about me / Bahasa Indonesia / Dutch Affairs / Indonesia / Thoughts / Travel

Travelmania

Seiring dengan meningkatnya taraf hidup, globalisasi dan maraknya low cost airlines, travelling atau jalan-jalan mulai menjadi gaya hidup di Indonesia.

Salah satu gaya berlibur yang lagi booming di Indonesia beberapa tahun terakhir adalah backpacking. Pengamatan gw tentang sikap sebagian backpacker itu membuat gw tulis pos panjang ini.

20140321-100949.jpg

Turis vs traveller
Di FB page/group Backpacker Dunia dan di Twitter ada beberapa status Backpacker mengolok-olok orang yang:

  • travelling yang pake koper
  • ikut tour dengan paket
  • ngga naik kendaraan umum selama travelling
  • tidur dihotel berbintang

Menurut mereka orang yang melakukan salah satu/semua hal diatas adalah turis bukan traveller.

Ada undertone yang gw baca bahwa para ‘turis’ itu pengalaman berliburnya tidak sebagus pengalaman mereka. Sebaliknya juga ada pejalan yang suka dengan comfort yang ngenyek ke para backpacker.

Sharing is showing off?
Ada juga tulisan tentang para pejalan yang sok pamer. Dari pamer foto tujuan, pamer tiket murah, pamer makanan dsb. Si penulis juga ngebahas kelas menengah yang sok miskin. Ia membuka tulisannya dengan

saya tak lebih bagian dari kelas menengah yang sok miskin, sok ngirit, sok kere dalam berjalan-jalan. Memenuhi ekstase gengsi kelas menengah dengan melakukan perjalanan sampai membuat orang lain iri setengah mati. Makin murah makin berkelas.

Setelah gw baca pos ini gw pikir kok penulis negatif sekali tentang pejalan yang suka pamer, pejalan dari kelas menengah dan sok miskin. Apakah dia pernah mengalami hal yang ngga berkenan atau hanya iri?

Apapun alasannya ini tanggapan gw tentang pernyataan backpaker diatas dan tulisan sarkastis yang tanpa tedeng aling-aling menyerang para kelas menengah yang suka jalan-jalan dengan gaya irit.

Update 26 Maret 2014: 
Si penulis, Efenerr menulis komentar dibawah ini. Baca deh.  Penjelasannya dia bahwa pesan posnya itu sama dengan pesan gw. Inti posnya yang gw link diatas adalah: untuk apa mengkotak-kotakkan pejalan? Ternyata pesan kita sama hanya dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Maaf ya Efenerr dengan pernyataan diatas yang sudah dicoret dan terima kasih untuk penjelasannya.

Kategori pejalan
Kita tahu dalam dunia pariwisata ada kategori sebagai berikut business vs leisure, backpacker vs luxury traveller, liburan panjang vs liburan pendek, citytrip vs desa, laut vs gunung, liburan mudik hari raya vs liburan seneng-seneng, shopping trip vs culinary trip vs cultural trip.

Dari banyak pilihan si pejalan akan memilih gaya liburan yang dia suka. Pertimbangannya berdasarkan minat, waktu yang tersedia dan budget. Yang terakhir bukan harga mati sih. Ada kelas menengah yang budgetnya memadai tapi liburan dengan gaya backpaker, irit. Ada juga yang ngga punya duit tapi liburannya mewah, dibelain ngutang pun dia ngga peduli yang penting liburan. Yang terpenting menurut gw untuk orang berlibur itu pengalaman!

Mengkotak-kotakkan tipe pejalan kok dangkal ya menurut gw. Maka itu gw akan tulis beberapa contoh pejalan diluar kotak yang dipasang para backpaker/luxury traveller Indonesia.

Gw dan keluarga gaya berlibur sebagai berikut: pake koper Samsonite yang ada rodanya, transportasi: naik low cost airlines, kereta, mobil, bus, metro dan jalan kaki, akomodasi: di apartment (Wimdu atau Air BnB) atau hotel/villa berbintang, makan: street food kombinasi dengan fine dining, destinasi: alam, laut dan gunung, kota, tujuan: budaya, kuliner, city & shopping trip, shopping juga gitu di pasar loak atau di butik, gadget: kamera, iPad, iPhone. Nah sekarang gw tanya, dilihat dari gaya gw liburan gabungan antara backpacker (cuma ngga pake ransel) dan luxury traveller. Jadi gw apa dong? Pejalan jadi-jadian? Gw dan suami termasuk kelas menengah dengan penghasilan yang lebih dari cukup, apakah kami ngga boleh travel gaya sok ngirit? Dan apakah pengalaman liburan gw lebih/kurang mantep dibanding para empu pejalan backpacker yang punya ultimate travel experience karena kadang gw tidur dihotel berbintang?

Contoh kedua. Ponakan suami gw, perempuan, single, psikolog dan suka salsa, tango, bachatta dll. Setelah nabung uang dan hari libur selama 2 tahun dia sabattical 4 bulan, liburan sendiri keliling Argentina, Brasil, Chile & Peru pake koper! Karena bahasa Spanyolnya fasih ponakan gw ini kemana-mana naik kendaraan umum. Akomodasi di Couchsurfing, B’nB, pension bahkan camping ditenda. Weekend terakhir sebelum balik ke Belanda dia shoppingtrip di New York in luxury. And she had the time of her life!

Contoh ketiga. Temen gw pengacara dan cowonya desainer grafis. Mereka backpaking 6 minggu keliling India utara, Nepal dan Tibet. Mereka hanya beli tiket Amsterdam – New Delhi – Amsterdam. Akomodasi dan transportasi beli ditempat. Mereka tidur dirumah penduduk, losmen atau dialam terbuka pake sleeping bag. Mereka bilang mau unplugged sejenak dari rutinitas di Belanda. Ini jelas contoh kelas menengah yang berduit tapi berlibur dengan fasilitas minim. Tapi apakah bisa kita kategorikan mereka sebagai sok miskin?

Untuk info: Di Belanda liburan itu gaya hidup, mau backpacking, camping atau lux travel tiap tahun minimal satu/dua kali orang Belanda itu liburan. Ngga ada sama sekali sikap negatif ke backpacker dari luxury traveller dan sebaliknya. Lumrah untuk kelas menengah untuk slow travelling atau sabattical (backpacking) karena jatah libur tiap tahun 5 minggu. Dan tiap tahun akhir bulan Mei tiap orang yang kerja dapet vakantiegeld (uang liburan) yang besarnya 90% bruto dari gaji bulanan.

Travel experience
Dari ketiga contoh diatas dan banyak contoh lainnya juga yang ngga akan gw tulis disini, menurut gw liburan itu mencari pengalaman! Berrekreasi, menyegarkan badan dan pikiran, keluar dari rutinitas. Persetan dengan aturan tak tertulis kalo backpacker harusnya liburan seperti kere atau kelas menengah ngehe nyebelin karena sok miskin. Pengalaman jalan-jalan itu sifatnya menurut gw pribadi. Jadi menurut gw menghakimi orang yang liburan mewah atau sebaliknya itu tidak pada tempatnya. Lagipula selama ngga ganggu kita dan itu uangnya mereka sendiri ya biarlah. Laissez faire, live and let live.

Sharing is caring
Banyak gw baca bahwa sharing dan pamer itu beda tipis. Ini betul. Sharing cerita dan foto jalan-jalan itu menurut gw membantu pejalan yang lain. Apalagi kalo dibumbui dengan hal pribadi atau dilihat dari sudut pandang unik yang ngga ada di guidebook, ini menarik untuk dibaca. Lain halnya dengan advertorial (artikel berbayar) yang ada di travelsites tertentu, review di Tripadvisor atau info dari Condé Nast dan sumber-sumber lainnya.

Ngga bisa gw pungkiri ada orang yang berbagi foto dan cerita jalan-jalan yang menurut gw pamer. Kalo gini gw ngga baca lebih lanjut. Itu haknya dia untuk pamer, ya kan? Selama ngga ganggu dan ngga merugikan gw, kenapa gw musti sewot? Buang – buang waktu dan energi.

Menutup opini panjang ini gw sebenernya ngga ngerti dengan dua pernyataan diatas tentang definisi turis dan traveller serta sharing dilihat sebagai show off. Gw ngga ngerti karena banyak backpacker yang kadang sharing quote bahwa travelling itu membuka mata mereka tentang hidup dan belajar budaya dari destinasi mereka. Sayangnya dengan mengkotak-kotakkan pejalan itu menurut gw para backpacker itu malah menutup mata mereka sendiri.

68 thoughts on “Travelmania

  1. Tulisan yg bagus, mba Yo. Namanya aja jalan2 ya dan maunya happy2 koq malah jadi ribut2. Satu lagi mba, ada yg ngeributin jalan2 di indonesia dulu apa luar negri. Ini sempet rame juga di FB haha. Padahal kalo mau diliat2, contohnya org2 di Medan, mungkin jalan2 pertamanya ke Malaysia or singapore daripada ke Bali. Alasannya tiket murah dan lebih deket plus living cost di Malaysia (penang) beda2 tipis sama Bali. Bukan karena gak cinta Indonesia sih tapi lebih ke budget and waktu. Toh apa2 sekarang yg menentukan duit juga kan ya. Buat aku sih selama kita nikmatin liburan itu dan dapet pengalaman entah apapun gayanya, berarti liburan itu sukses. Persetan dengan gaya backpack, flashpacker (ada kan ya?), turis dll.

    *nabung buat jalan2 lagi*

    • Iya, intinya aku kurang sreg nada yang menghakimi dan mengkotak-kotakkan pejalan tanpa tahu latar belakang mereka. Jalan-jalan dan pengalaman yang dirasakan itu sangat pribadi sifatnya Non.

      Memang betul, aku juga liat tentang jalan-jalan Indonesia atau luar negri dulu. Untuk aku orang Indonesia yang tinggal di Belanda jelas ya lebih murah jalan-jalan di Eropa Barat 😉

    • inih jugak aku setuju banget mbak non. kayak aku sekarang karena domisili nya di makassar, ya bakalan lebih murah trip ke indonesia timur. kalo nanti udah balik jawa mau trip ke timur ndobel lagi budgetnya. haha. intinya kan pilihan itu balik ke masing2 ya. yang penting kita nya mah balik dari liburan tambah seger lagi yak

      *lho kok nimbrung hehehe*

      • Aku dulu waktu di Surabaya juga lebih sering jalan2 di sekitaran Surabaya. Yogya, solo, Bali atau Lombok. Tiketnya lbh murah soalnya haha. Duit juga kan yang menentukan tujuan wisata

    • Itu dia, saya juga pernah sebel karena ditolak ikutan gabung dengan travel blogger Indonesia, alasannya karena saya tidak pernah mengcover tentang Indonesia, padahal kondisi saya yang tinggal di Arabia, tentu travel dekat-dekat arabia lebih logis dari pada travel di Indonesia, yang lebih banyak kangen-kangenan dengan keluarga dari pada traveling around Indonesia

      • Itu forum atau blogger community Nin? Dan apakah ada dikriterianya para anggota harus cover tujuan di Indonesia? Sayang ya dengan pola pikir yang begitu. Katanya jalan-jalan membuka mata tapi kok malah sebaliknya, mengkotakkan orang.

        • Itu blogger community. Memang sangat disayangkan, itu bikin saya jadi minder bergabung dengan cummunity Indonesia. 😦

  2. Tulisannya kena banget kak lorraine. setuju kak, menurutku style itu gak saklek kok. tergantung sama budget, waktu, dana. yang penting kita nyaman dan aman selama tripnya. Salam kenal kak ^^

  3. Setuju banget mbak. Pas ngebaca tulisan itu mikir, kenapa sih dia nyinyir banget sama gaya traveling orang. Suka2 orangnya dong harusnya dia enjoynya gimana, kok dia sewot amat haha. Everyone has their own preference, dan emang dangkal banget ngejudge orang berdasarkan kotak2 yang dia bikin sendiri. A really nice post mbak, well said 🙂

    • Terima kasih Dixie, selama ngga ganggu ya menurutku ngga apa-apa ngga usah sewot. Menghindari jadi nyinyir ya bisa kan ngga usah diperhatikan orang yang suka pamer?

  4. Yang nulis itu sebenarnya mungkin iri hati dengan traveller non backpacker, Lo 🙂 Suka2 orang dong yah, mo gaya kere meskipun mampu or gaya mewah tapi maksain resiko kan ditanggung masing2. Memang gampang sih untuk being judgedmental itu.

    Pada dasarnya, kalo menurut gue sih, apa pun jenisnya kalo kita pajang foto travel or whatever di sosial media ya namanya emang pamer secara tidak langsung. Seperti kata elo, beda tipis antara sharing dan pamer :p
    Btw, gimana contohnya yg pamer foto travel sama yg sharing? Karena ga semua orang bisa atau punya bakat menulis yg bagus kan. Bisa aza maksudnya utk sharing, tapi krn penjelasan atau tulisannya kurang lengkap/informatif kesannya jadi pamer?

    • Ngga tahu deh ngiri karena ngga dapet voucher nginep/tiket pesawat atau yang dinyinyirin itu memang backpacker yang berduit? Ya betul, dengan hadir di dunia maya ya pastilah dasarnya pamer atau sharing. Bisa jadi tulisan yang dituduh pamer itu ngga lengkap atau kurang informatif, apapun sebabnya we should live and let live.

  5. buset Yen, pandangan mereka dangkal banget, imo. Kalau gw kategori apaan dong – bukan traveller pastinya ya, karena perjalanan utamanya menjelajahi bawah laut yang sebenarnya menguasai 2/3-nya bumi. Plus ngobrolnya cuman sama nelayan dan org-org dive center di pulau-pulau terpencil…hahahaha…

    Konon memang ada bedanya antara traveller dan tourist. Tapi gak sedangkal pandangan si backpacker itu kali. Semuanya balik lagi ke individunya. Backpacking versus suitcase itu kan hanya metode perjalanannya. Gw sendiri kadang ngerasa sebagai separuh traveller dan separuh turis. Ada beberapa perjalanan yg gw lakoni punya kesan mendalam banget dan itu yang sebenarnya menyebabkan setiap perjalanan punya makna.

    Soal tulisan si sok pamer ini, gw jadi bingung, kategori pamer itu sebenarnya seperti apa sih? Bukannya dengan punya blog aja kita sudah pamer diri kita ya? Pamer opini, pamer perjalanan kita, pamer foto, pamer ide, kadang malah ada yg pamer kehidupan pribadi-nya..memang itu tujuan blog bukan? Agar unek-unek dan pemikiran atau pengalaman bisa dikeluarkan. Sayang sekali kalau mereka yg justru ingin menyuarakan pengalaman, foto-fotonya atau unek-uneknya malah dikonotasikan sebagai sok pamer…

    ah manusia, tidak pernah bisa terpuaskan asanya.. *sori kepanjangan nulis komentarnya Yen, berhubung gw jd sensi gak masuk kategori manapun pdhal blog gw soal travel..hahaha*

    • Makanya gw tulis lah pos ini Indah. Memang ada beda traveller dan turis secara esensi ya. Menurut gw traveller itu petualang yang menjelajahi bagian dunia dalam waktu lama, bukan hanya 5 – 7 hari seperti kebanyakan backpacker Indonesia yang ngenyek turis berkoper. Ironis ya?

      Gw ya ngerasanya campur memang, apalagi liburan musim panas dimana gw & keluarga sukanya travel like a local. Pengalaman yang kita dapet memang pribadi sifatnya.

      Betul, coba definisi ulang pamer apa? Kalo gw sharing foto dan cerita perjalanan diblog maupun Instagram untuk bagi informasi. Siapa tahu berguna untuk yang akan liburan kedestinasi yang sama. Karena gw sendiri kalo rencana mau liburan suka baca travelblog, jadi itu alasan gw berbagi cerita jalan-jalan disini.

      Ngga kepanjangan lah komennya Ndah, malah gw suka karena bisa ngebahas topik bareng. Ini asiknya ngeblog 🙂

      Hmm, Karena loe suka menyelam, gimana gw sebut loe penjelajah laut? Atau fotografer maritim?

      • Hahaha, thanks Yen, penjelajah laut bagus juga taoi masalahnya perjalanan liburan gw kadang campur aduk juga. Kayak waktu ke Kuba tiga minggu, itu 1.5 minggu menyelam, 1.5 minggu ya daratan. Jadi mix. Tapi emang gw kebanyakan foto-foto bawah laut belakangan ini..

        Bener Yen, coba deh mereka backpacking selama 3-4 minggu kayak yg dulu gw lakonin setiap liburan. Terakhir gw backpacking tuh pas gw jalan ke India tahun 2007. Setelah pengalaman di India, gw sama Ids berubah menjadi suitcase traveller (atau turis menurut versi backpacker Indonesia). Saat itu kita berasa udah ketuaan buat jadi backpacker: capek dan rasanya ingin menikmati liburan juga untuk istirahat dan relax, gak ngejar-ngejar public transport, nyari hotel on the spot..duh..enggak deh..Ntar deh gw tulis soal pengalaman gw di India. Diari travel gw lengkap abis pas jalan ke India. Berkesan banget India itu, saking berkesannya jadi merubah pola perjalanan kita :))

        wokeh..have a great weekend yaww..senang juga dikusi seperti ini sambil minum teh 🙂

        • Gw & Ron dulu sering backpacking sebelum punya anak, 3 – 4 minggu. Tahun 1990-an tidur dilosmen, BnB atau di kamar yang hanya ada wastafelnya. Kamar mandi & toiletnya komunal. Puas ngegembel karena awalnya ngga punya duit sampe punya duit. Terus setelah punya anak dan I can afford luxury, kenapa ngga? Terasa lah bedanya tidur dikasur tipis dan dispring bed. Sarapan lengkap atau hanya roti pake selai. Everything comes with a price.

          Btw, gw & Ron niatnya sih suatu hari akan backpacking lagi, berdua aja tanpa si G. Mungkin 4-6 tahun lagi. Cuma gw rada mikir punggung juga sih, bawa fotogear gw udah 3 kg kali, sementara punggung gw mulai renta karena keseringan pake hak tinggi ha….ha….

  6. kalau saya ya mau jalan sesuai bajet saya dan kemampuan saya yang penting saya happy and habis liburan aku masih bisa hidup bukan terbelit utang karena buat liburan…

  7. akupun suka seperti mbak Yo,,jalan-jalan pake koper dan naek budget airlines… selama nyaman dan sesuai budgetkan kenapa engga 😆

    lagiankan tujuan jalan-jalan itu buat seneng-seneng dan liat-liat sekitar ya mbak. Mau pake tour, jalan kaki, naek taxi yaa itukan balik lagi ke individunya sendiri. yang penting tujuan perjalanan tercapai 😀

    • Orang kan dasarnya suka dapet produk/jasa yang baik dan kalo bisa murah, ya kan Ira? Btw aku naik budget airline kalo liburan deket sini, sayangnya belum ada budget airline yang ke Indonesia 🙂

      Yep, pengalaman liburan itu pribadi sifatnya.

  8. Aku pernah keliling sebuah negara dengan budget tertentu, dikomentari mahal karena kalau mau dengan jumlah uang tersebut bisa ke beberapa negara. Ya kan duitku sendiri, suka ati dong gimana ngabisinnya.

    Mbak, aku setuju beda pamer sama sharing tipis banget. Aku masih sering kepleset pamer atau pamcol (pamer colongan) 🙂

    • Moso Tje? Kok ada aja orang yang ngrasani orang lain? Terserah yang liburan kan ya. Pada dasarnya yang hadir di dunia maya itu memang tukang sharing/pamer. Tergantung ada yang suka dan kliknya untuk dibaca.

  9. Asiiiik dan ngena banget nih mbak… Bagusnya memang menulis itu jangan disertai ada kesombongan ato merendahkan diri untuk menaikkan gengsi. Bagusnya pula untuk blog2 traveller ini kalo mereka menuliskan tips, trik dan bukan malah saling senggol cara travelling org lain…

    • Betul Cha. Aku yang ngga tahan menghakimi orang dengan dasar yang dangkal. Tiap orang punya alasan dan cerita sendiri dari pilihan gaya liburan mereka.

  10. Wah iya mba yo aku pernah denger2 juga dan baca dimana gitu ya, katanya yang suka jalan2 tapi gak backpackeran berarti turis bukan traveller. Ya ampun orang mau jalan2 kan mau seneng2 ya dan pasti semuanya juga di planning-in berdasarkan kebutuhan masing2 orang.. aku kalau jalan2 pasti bawa koper tapi cari budget airlines, dan selama lagi liburan ya bisa naik kendaraan umum, makan street food, tapi bisa makan resto cafe juga. intinya ya namanya liburan ya terserah orang yg jalanin aja maunya gimana kok pake di judge2 gitu yaa.. hahaha..

    • Ngga tahu tuh kenapa Re. Mau aku sebut Indonesia banget (karena ngga ada yang kaya gini di Belanda), nanti dipikir generalisasi. Nah itulah yang jadi pertanyaanku, jadi orang yang gaya jalan-jalannya kaya kita ini turis gitu ya?

  11. Iya, faktor tiket pesawat promo jadi salah satu pemicu ramainya dunia traveling akhir-akhir ini. Soal pilihan turis atau backpacker sih itu tergantung masing-masing, yang penting jelajahi Indonesia dan jelajahi dunia. hehehehe

    • Betul, sebelum ada low cost airlines dulu bepergian naik pesawat itu tidak terjangkau untuk semua orang. Sekarang naik pesawat bukan hal yang mewah lagi.

      Backpacker ada yang turis dan sebaliknya. Intinya menurut saya ya semua itu pejalan yang menjelajahi tempat dimana mereka berada.

  12. Pembahasan yang bagus mba yo. Aku sih suka banget yang namanya jalan2 or traveling…tapi duit jugalah yang menentukan (One day pengen). untuk sekarang yah puas ajalah.
    Ga pernah kepikiran ada perbedaan turis dan traveler…menurutku yah judulnya “jalan2” aja pokoknya. Duit ya duit kita.
    Nah soal sharing dan pamer..ini susah banget bedainnya. Tapi yasudahlah kalo menurut yang baca itu pamer dan ga suka, kan tinggal unfollow or ga usah dibaca lagi.. soalnya ya itu tadi… yang namanya di sosmed gituloh terdapat unsur2 pamer diantara sekian persen sharing…. *mungkin tergantung yg ngebaca dan gaya penulisannya*

    • Iya Jo, gitu aja kok repot ya 😉 Pasti kalo niat bisa kesampean jalan-jalannya.

      Aku juga kalo follow orang online misalnya post/fotonya mulai gengges (baca pamer atau terlalu negatif) ya aku langsung unfollow aja. Ngga pake ribet.

  13. Mbak Yo, bukannya turis dan traveller itu hanya masalah bahasa aja ya, turis itu bahasa indonesia, traveller bahasa Inggris.. sama aja menurutku 🙂
    Kalau aku mau nambahin komunitas baru aja aah, hobi dan suka travelling tapi jarang travelling hahahahaha….

    • Hai Shinta,
      Kalo aku pikir traveller itu petualang yang pergi lama minimal 2 bulan, berkelana didaerah yang terpencil tanpa itinerary. Traveller sejati menurutku itu petualang, wanderer.

      Menurutku sih yang saling ngenyek seperti aku tulis diatas itu turis. Ironisnya lagi para backpacker Indonesia yang ngenyek turis pake koper itu paling lama jalan-jalan 2 minggu, itinerary mereka udah fix, ngejar setoran harus liat ini itu dalam sehari. Bedanya backpacker sama luxury traveller dicontoh diatas: backpacker irit, semua urus sendiri (dari tiket, akomodasi, rute perjalanan dll) sementara turis koper tinggal capcus. Lucunya lagi banyak orang kaya aku yang jalan-jalan pake koper dan tidur diakomodasi yang nyaman tapi sisanya ya memenuhi penjelasan backpacker diatas.

      Hayuk Shin, buat komunitas baru, suka travelling tapi jarang travelling 😉

      • Apa memang mayoritas yg suka ‘komen’ itu dr komunitas backpacker ya mbak? Gimana dengan sebaliknya? Apa yg tergolong luxury traveler atau turis atau high class traveler atau apalah itu sebutannya jarang ‘komen’? Kalau emang kondisinya begitu sih, bisa disimpulkan faktor iri karena rumput tetangga kliatan lbh hijau aja ya. Wong sama-sama jalan-jalannya kok repot amat ya pake ‘komen-komen’ segala. Aduh ada-ada aja deeeh 🙂

        • Iya. Coba deh kalo tahan tengok FB group Backpacker Dunia salah satunya. Kalo aku liat adminnya dan para sesepuh yang adalah backpacker pengalaman malah ngga ngeyek Shin. Yang mengolok-olok turis koper ya sepertinya backpacker yang gegar budaya (pinjam istilahnya Febi/jalanjalanliburan).

          Luxury traveller asli yang high class itu ya mandang backpacker sih paling dengan tatapan snob ‘ah loe gembel amat’ ha…ha…Tapi pengamatanku luxury traveller asli jarang interaksi dengan backpacker karena gaya jalan-jalan mereka bertolak belakang. Kalo orang kaya aku, kelas menengah itu yang terapung ngga jelas menurut definisi mereka. Yang bikin aku gregetan itu cara berpikir yang menghakimi dan terlalu hitam putih. Siapa tahu orang splurging tidur dihotel bintang 5 karena dia menang lotre atau nabung 2 tahun. Atau orang yang males tidur dikasur yang ada bedbugnya simply he can afford to sleep somewhere else more comfortable.

          Ha…ha…panjang kali jawabannya indang 😉

        • Iya mbak, ga usah dipikirin deh, cus beli tiket trus liburan yuuk *balik peluk guling sambil nonton Discovery travel and living aja aku mah 😀

  14. Aku nggak tahu deh, termasuk yg mana, mbak Yo. Soalnya jaman belum nikah, nggak pernah kemana2. Begitu nikah, kalo pergi keluar bandung ya nginepnya kudu di hotel yang ada kolam renangnya—> atau A3 bakal protes bilang belum nginep di hotel, zzzz….
    Tapi ya teuteuuupp, kalo mau cari makanan/oleh2 perhitungan soal duitnya, hahaha…

    • Gegar budaya dan euphoria Feb. Ironisnya lagi para backpacker Indonesia yang ngenyek turis pake koper itu paling lama jalan-jalan 2 minggu, itinerary mereka udah fix, ngejar setoran harus liat ini itu dalam sehari. Wallnya FB grup backpacker itu penuh dengan backpacker yang tanya/share itinerary. Kadang liat beberapa itinerary yang ngga masuk akal 🙂

      Traveller menurutku ya petualang, wanderer yang berkelana tanpa itinerary.

  15. halo mbak Lorraine. salam kenal.
    terima kasih sudah mengutip tulisan saya. 😀
    anyway, saya terima apapun penilaian anda saya terima dan saya klarifikasi, sebenarnya kalo dibaca ulang tulisan saya itu saya sengaja buat dengan sarkastik. pesannya sama dengan tulisan mbak : bahwa untuk apa mengkotak-kotakkan? saya pernah jalan-jalan super kere sampe numpang nginap di kantor polisi saking tidak punya uang, tapi sekarang pun nyaman kog pake koper. yang penting kan menikmati.
    pesan kita sama, hanya gaya pendekatan dalam menulisnya berbeda. 🙂 dengan sarkastik, saya jadi bisa menilai bagaimana orang-orang menilai saya sendiri. dengan begitu saya juga merefleksi apa apa yang telah saya lalui. melihat orang-orang menafsirkan tulisan itu menyenangkan, dengan begitu saya merasa ada pesan saya yang tersampaikan, tapi ada juga yang tidak, berarti saya harus menulis lebih baik lagi.
    anyway mbak, tulisannya bagus sekali. saya tidak bisa membantah satu katapun dari tulisan mbak.
    salam kenal dan selamat traveling.

    • Hallo Efenerr,

      Salam kenal juga. Terima kasih untuk komentar dan penjelasannya. Ternyata berhasil sarkasme ditulisan kamu sehingga memicu saya untuk menulis tentang pengkotak-kotakkan di dunia pejalan. Untuk fairnya sudah saya coret pernyataan saya yang menuduh kamu iri 🙂 Tapi kalau tidak keberatan tetap saya biarkan ada ditulisan diatas supaya. Dibawahnya saya cantumkan update yang mengacu kekomentar kamu ini biar para pembaca bisa mengikuti percakapan kita. Bagus lah kalau ini menjadi aksi reaksi dalam blogging untuk menanggapi hal yang menjadi percakapan hangat dalam satu komunitas.

      Salam kenal, selamat berjalan-jalan dan sekali lagi terima kasih sudah sudi mampir menjelaskan pesan posnya yang saya link diatas.

  16. OMG Yen….. emang ada yang suka ngotak gitu ? trus gue apa dong? kayanya gue suka mix semua, yg penting gue happy and gak minjem ato minta ke orang toch? kadang gue travelling pake kofer, kadang gue pake backpack , kayanya gue gak pernah dech ketemu mede reiziger yang saling nuding? ato ini cuma di Indo? ………… menurut gue selama gue enjoy and gak nyusahin orang gue mah terserah mau dikotakin dimana, dengan jadwal kerja seminggu ampir 60 jam gue rasa gue gak pengne dengerin dech tanggapan orang tentang perjalan gue ? mmmm, gue jadi binggung ….

    • Ada Ephie. Dan bukan hanya orang Indonesia aja sih yang gw liat. Hanya yang menyolok mata gw ya yang suka ngenyek itu backpackers Indonesia yang baru exploring backpacking. Iya kan, di Belanda sih orang sebodo amat mau yang tajir backpacking atau sebaliknya. Selama ngga ganggu orang sih ok-ok aja. Ironisnya backpackers yang ngeyek itu juga jalan-jalannya rata-rata 7 – 10 hari, itinerary full, kadang liatnya aja udah cape. Dalam waktu mepet gitu para backpackers ini kejar setoran untuk liat must sees. Sementara menurut gw pribadi nih traveller sejati itu yang minimal 2 bulan, dan perginya ke daeran terpencil. So menurut gw yang kebanyakan ngenyek itu juga turis Ephie, hanya bedanya mereka bepergian dengan ransel 🙂

  17. Mau liburan kok yah dibikin susah yah? kan tujuannya have fun yah mba Yo. Kalo buat Py koper atau ransel cuma media saat liburan. Bawa ransel karena malas narik2 koper dan biar lebih leluasa. Bawa koper klo memang nnti bakal banyak yg dibeli, misalnya emang mau belanja jadi biar masuk semua dalam 1 wadah.. Kalo soal pamer tergantung lagi dr sisi mana melihat. Kalo py sih abis jalan2 nulis ceritanya karena py ngerasa terbantu dgn blog2 orang yg nulis review abis jalan2nya. Maka py juga mencoba membagikan pengalaman py. 😀 Dan py pun iri sama para traveler yg bisa jalan2 sampe berbulan2 gitu. Andai di indo bisa, cuti 4 hari aja pertanyaan boss dah panjang kali lebar..hihihi :p

    • Sama alasan kita tulis cerita jalan-jalan, untuk bantu pejalan lain yang cari info.

      Ah ngga perlu iri, orang rejeki dan situasi beda-beda Py.

  18. haiii mbaaa…salaam kenal :)…setujuuu..jalan mah jalan ajaaa…bawa koper ama bawa ransel yang penting seruuuu kan…orang traveling kan punya gaya masing-masing hehehe…lagian, kebiasaan tuh melabel-labelkan orang :)..emang kalau backpacking pasti miskin? atau kalau naik pesawat yang top airlines et di hotel pasti tajir? Nopee :)..TFS ya mbaaa…

    • Hai Indah,

      Salam kenal juga. Betul, nothing is what is seems dan gaya serta pengalaman liburan itu unik per orang, ngga bisa dikotak-kotakkan.

  19. Pingback: Indonesia Dulu Baru Luar Negri? | Nonikhairani

  20. paling ribet emang mau jalan tapi udah dikotak2in… tapi sutralah seperti moto idup gue ” jangan pernah mengkotak2an gaya jalan, karena sesungguhnya tak ada yg menolak ditakdirkan jadi traveller super tajir” #jinjinghermes

  21. setujuuuu, apapun sesuai sikon, pada ahirnya gaya apapun kembali pada pinter-pinternya kita metik “pembelajaran baru” dari setiap perjalanan kita, salam kenal dari bandung yah 😀
    chandra.

    • Mau dapet pelajaran baru atau hanya bersenang-senang ya terserah pelaku jalan-jalan kan? Karena jalan-jalan itu sifatnya pribadi. Terima kasih ya Chandra udah mampir. Salam kenal juga dari Belanda.

  22. Pingback: Ngga negur = sombong? | Chez Lorraine

  23. Iyaa mba, mau jalan2 aja kok ribet ya. Mau backpacker an kek, mau nginep di hotel berbintang, ya selama jalan2 dan bikin hati senang kenapa jg perlu dipermasalahkan ya. Aku baca tulisan mba yo jadi pengen jalan2 😀
    Terus itu ponakan suamimu seruu banget ya mba, dinikmatin banget hasil kerja kerasnya. Saluuut 🙂

    • Yep, selama ngga ganggu orang lain kenapa musti ribet, ya ngga?

      Betul, si ponakan sekarang lagi planning mau sabattical ke Afrika Barat dan Selatan.

  24. Mba… and you must see that in Jakarta travel fair itu ga kena yang namanya krisis rupiah. Cuma buat beli tiket ke hongkong aja rela antri berjam-jam. Padahal klo dikurs ke dollar yang saat ini 12.000 apalagi musti gesek pke CC yang konversi kursnya mahal, saya yakin harga tiket itu akan sama dengan yang ga pake ngantri.
    Good writing Mba

    • Makasih Yul. Bagus dong tandanya Indonesia makin makmur kalo beli ticket ke Hongkong aja sampe ngantri berjam-jam 🙂 Makasih ya.

  25. Hi Mbak Yo!

    Aku baru baca blog lagi 🙂

    Iya Mbak Yo, dulu aku pernah buat tulisan ‘ransel atau koper’ karena saking sering ditanya ttg hal ini. Padahal buatku, sama sekali gak penting. Yang penting setelah traveling, pikiran kita makin terbuka. Percuma jalan-jalan, kalau pola pikirnya masih terkotak-kotakkan.

Leave a reply to ranselijo Cancel reply