Beberapa waktu lalu gw ngobrol dengan temen gw orang Indonesia yang tinggal di Belanda juga. Kita bahas obsesi orang untuk menjadi kaya. Uang dan harta benda bisa jadi memudahkan hidup tapi apakah ini semua bisa membuat kita bahagia?
Gambar milik Knoworthy.
Banyak cerita orang yang sukses berkarir, harta melimpah tapi kesepian. Ada juga beberapa orang sukses yang menyesal karena ngga punya ikatan batin dengan anak. Selagi anaknya tumbuh, mereka sibuk mengejar sukses. Ada juga cerita orang menang undian jadi milyuner tapi setelah itu dia malah stress karena merasa orang hanya bergaul dengan dia karena hartanya. Atau para selebritis yang makmur tapi ngga punya privacy, hal yang mereka lakukan jadi berita. Apakah mereka sejahtera hidupnya? Yang makmur dan sejahtera sekaligus juga ada hanya ngga banyak orang mengalami ini.
Banyak temen gw orang Belanda yang bingung dan kaget lihat kemiskinan di Indonesia dan negara berkembang lainnya setelah mereka liburan disana. Gw bilang memang orang bisa miskin harta tapi bukan berarti mereka ngga bisa bahagia. Dan gw jelaskan mereka melihat kemiskinan itu berdasarkan standar yang mereka pakai di Belanda (disini yang liburan hanya setahun sekali termasuk miskin ;-)).
Orang sejahtera itu pasti bahagia. Bahagia itu sendiri sebenernya relatif. Makanya ada istilah subjective well-being (SWB) yang artinya kesejahteraan relatif. Faktor yang menentukan juga berdasarkan individu yang mengalaminya sendiri. Gw rasanya puas dan seneng banget kalo belanja di pasar, masak sendiri dan keluarga gw suka masakan gw itu. Gw suka banget kerjaan gw tapi kalo anak sakit ya gw ambil libur dong untuk merawat dia walaupun misalnya hari itu ada janji penting.
Ada orang yang meraih SWB dikaitkan dengan prestasi akademik, ada yang berpikir dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, ada pula yang berburu pria Kaukasia dan ada yang yakin jika ia langsing dengan berat badan tertentu dia akan bahagia. Semua ini dilakukan untuk meraih SWB. Ini semua syah saja kan tiap orang beda prioritas dan kemampuannya masing-masing. Hanya ada orang yang sadar bahwa setelah semua hal yang mereka gapai dan perjuangkan itu tercapai, maksud gw mereka meraih SWBnya, mereka tetap merasa hidupnya ngga lengkap, ngga sejahtera.
Kesimpulan gw kemakmuran bisa dicari dan bisa hilang dalam sekejab. Kesejahteraan itu cara dan gaya hidup dengan bersyukur untuk apa yang kita miliki. Kemakmuran itu apa yang kita punya. Kesejahteraan itu apa yang kita rasa lahir dan batin.
Penjelasan kesejahteraan itu pendek tapi prakteknya susah.
Sumber:
Subjective well-being greatergood.berkeley
Subjective well-being measuring happiness, suffering and other dimensional experiences nap.edu
Bagian ini sukaaa “Kesimpulan gw kemakmuran bisa dicari dan bisa hilang dalam sekejab. Kesejahteraan itu cara dan gaya hidup untuk bersyukur dengan apa yang kita miliki. Kemakmuran itu apa yang kita punya. Kesejahteraan itu apa yang kita rasa lahir dan batin.”
Makasih Ji.
setuju 😉
Makasih Adhya
btw itu beneran kh mbak, di Belanda yg liburan setahun sekali berarti miskin?
Iya betul. Liburan disini bisa week end, long week end atau satu minggu didalam atau luar negri ya. Dan liburan sini belum tentu mahal, orang Belanda suka banget camping. Modalnya ya bensin (kalo bawa mobil sendiri) atau transport, sewa tanah untuk tenda di camping ground dan uang makan. Sebelum krismon terakhir biasa untuk orang Belanda setidaknya liburan sekali setahun. Kelas menengah bahkan bisa liburan 3 – 4 kali setahun; summer, spring, winter (ski holiday) dan 1 city trip.
maksud saya yang liburannya hanya setahun sekali mbak 😀
Kesejahteraan di sini bisa diganti dengan kata kebahagiaan juga dong ya Lor. Jadi inget kisah nelayan di tepi pantai dan pengusaha yang nanya dia kenapa dia duduk2 santai. I bet you know that story.
Kebahagiaan bagian dari kesejahteraan Le. Bahagia itu relatif dan bisa sustainable bisa per momentum. Kesejahteraan itu menurutku dibangun dari beberapa faset, salah satunya acceptance yang bukan berarti menyerah dengan keadaan. Ah, diskusi begini abstrak ya dan lebih sreg kalo ngobrol langsung 🙂 Yeah I know the story tentang Nelayan dipantai itu. Pernah lihat cerita yang viral di Facebook ngga kira-kira 2 bulan lalu? Ada satu CEO yang gajinya USD 200.000 per bulan tapi dia berhenti kerja karena ingin membesarkan anaknya. Komentar orang di berita itu banyak yang menyalahkan CEO ini karena resign dari pekerjaan yang bergaji besar itu. Ada juga komentar orang yang mengerti pilihan CEO ini bahwa pengalaman membesarkan anak itu hanya sekali seumur hidup dan ngga bisa terulang kembali. Nilainya ngga bisa dibandingkan dengan nilai instrinsik gaji bulanan dia. Orang dengan gaji seperti CEO itu tanggung jawab besar, mungkin bekerja 14 jam sehari. Kapan dia ketemu anak dan istrinya?
Kesejahteraan itu tidak diukur dengan materi ya. Kapan itu sahabat saya cerita rekan kerjanya comitted suicide. Rekan kerjanya ini perempuan dg karir bagus cantik punya apartemen sendiri punya banyak kawan baik. Beberapa hari kemudian sahabat saya cerita lagi ttg kabar motif bunuhdiri, almarhum comitted suicide krn merasa sendiri pulang kerja masuk rumah tdk ada siapa-siapa. Dia tidak bahagia kami rasa.
Meski tidak kenal rasanya koq ikut sedih.
Materi itu termasuk kemakmuran Ru. Kesejahteraan itu well-being. Si wanita cantik yang bunuh diri itu makmur tapi ngga sejahtera, ngga bahagia karena pulang kerja ngga ada partner untuk berbagi hidup disamping kehidupan bekerja. Sedih memang dengernya. Sayangnya dunia luar ngga tahu kan dia ngga sejahtera. Dunia luar melihat dia sebagai perempuan cantik dengan karir bagus.
Nice topic mbak Yoyen!! ttg kemakmuran ini sering banget mbak diangkat in our household. sebagai reminder karena let’s face it, buat generasi kita 30an keatas kan lg getol2nya banget ngejer kemapanan (baca: huisje-boompje-beestje) . Liat pasangan lain yg mobilnya mentereng + liburan bs 6x setaun trus liat mobil mungil kita (dan sepeda) kadang bikin ngiri hehehe. Tajir ya booo! Tapi setelah kita saling mengingatkan, apa mau punya mobil mentereng tp kerjaannya berantem mulu krn yg satu workaholic & gak pernah ada di rumah? Udah sukur kita bs liburan 2x setaun krn bnyk orang yg ga bs liburan toh..
Nah untung aja kita berdua ini pasangan simple punya visi sama yg tolak ukur kebahagiaan kita adalah asal ngumpul sm keluarga dan be happy with what we have. Kita berdua punya role model yaitu Mbah putri gue di Solo. Beliau gak punya apa-apa, miskin, cuma seorang janda tua gak pernah makan bangku sekolah tp hidup nya bahagia banget karena sll bersyukur 🙂
Makasih Opppie! Betul, ngoyo cari harta tapi apa artinya kalo ngga bisa berbagi dengan orang yang dicintai. Seperti ada satu quote: collect memories, not things. Ini memang juga filosofi Jawa Pie, nrimo. Puas dengan apa yang kita punya.
Iya Mbak, pembahasan kayak ini abstrak dan bersifat relatif ya. Ujung-ujungnya adalah list prioritas dan rasa bersyukur setiap orang, yang bisa menentukan dia bahagia atau gak. I guess. 😀
Betul makanya ada istilah Subjective Well-Being. Bagus tuh literatur yang aku baca. Prioritas, minat, mimpi dan kemampuan setiap individu itu beda Dev makanya aku bilang diskusi hal ini abstrak dan kurang greget menurut aku pribadi lewat tulisan. Eh tapi aku kok nulis ya? 🙂 Karena aku pingin berbagi aja sih.
Ngeliat ke atas terus gak ada abisnya ya mbak 🙂
Dongak lama2 juga sakit lehernya Feb hehee.
@mba Yoyen,
Kesimpulan gw kemakmuran bisa dicari dan bisa hilang dalam sekejab. Kesejahteraan itu cara dan gaya hidup dengan bersyukur untuk apa yang kita miliki. Kemakmuran itu apa yang kita punya. Kesejahteraan itu apa yang kita rasa lahir dan batin.
artinya harus selalu bersyukur, kan mba dan gak boleh sirik trus sama kehidupan orang lain. Belon tentu juga yang kita lihat itu sebagus aslinya. semoga kita semua selalu merasa sejahtera ya 🙂
Bukan hanya sirik ya Non tapi ada juga orang yang melihat keatas, dan terinspirasi untuk berusaha supaya bisa mencapai taraf hidup contohnya dia itu tapi ngga sukses. Sayangnya dalam hidup ada faktor luck juga sih.
Betul memang, nothing is what it seems kata orang. Dari luar kelihatan bagus, dalemnya kita ngga tahu.
Betul, pasti sehebatnya orang masih ada yang lebih hebat dari dia. Melihat keatas sebagai perbandingan dan jadi terpacu itu lain dengan melihat keatas terus pingin hal yang sama tapi ngga ada aksinya. Yang ada sakit leher deh.
Ini pmbahasan abstrak tp klo diterusin bisa panjang ya mbak. Soalnya klo mau blajar dr temen, kluarga, temen sosmed, temennya temen, dan crita2 di sosmed, byk bgt moral lesson yg bisa kita ambil. Klo kata org bijak, happiness is not defined by the things we don’t have, it is defined by the things we already have 🙂
Btw, selamat waktu makan siang dari Makassar 😊
Hai Rosa, Betul. Seperti quote yang aku tulis untuk komen ke Oppie; collect memories not things.
Selamat pagi waktu Arnhem!
Tulisannya bagus sekali, Lorraine..👍😃 Adikku yg kerja di bidang antropologi pernah cerita tentang salah satu hasil riset yg sedang dia pelajari mengenai tolok ukur kesejahteraan/kebahagiaan/wellbeing di aneka lapisan masyarakat di berbagai negara di seluruh dunia.. Secara umum kesimpulannya mirip dengan post-mu ini.., bahwa orang Indonesia bisa merasa bahagia dengan sedikit harta tapi orang Amerika Serikat akan merasa bahagia kalo uangnya sudah jutaan dolar misalnya.. Ini yg riset kalo gak salah BBC deh..
Makasih Em. Betul standar hidup di tiap negara lain. Bahkan dalam satu negara pun ada kelas sosial. bahwa orang Indonesia bisa merasa bahagia dengan sedikit harta tapi orang Amerika Serikat akan merasa bahagia kalo uangnya sudah jutaan dolar misalnya.. betul tapi orang yang menilai kebahagiaan lewat materi itu juga ada dimanapun dan disemua kalangan. Kader berpikir mereka ‘Kalo gw kaya pasti gw happy’. Yang aku pingin tahu adalah, apakah ini betul? Karena aku sendiri ngga percaya kebahagiaan diukur dengan materi.
Nah, yang menarik, hasil riset ini juga mengungkap hal itu, bahwa definisi kesejahteraan secara umum sama tapi secara spesifik sangat berbeda tergantung latar belakang sosial, ekonomi, budaya, peta geopolitis, dll. Intinya ada kelompok masyarakat yg cenderung lebih mudah bersyukur, biasanya tipe masyarakat dengan kehidupan yg simpel. Sementara di kelompok yg tipe kehidupannya lebih kompleks, definisi kesejahteraan juga menjadi lebih kompleks.. (Eh..ternyata aku dulu serius baca kerjaan adeku ya..hahaha..😄)
Bagus dong Em, berarti nyimak bener dan kakak yang baik 🙂
Hehehe, makasih, Lorraine..:-)
Suka sekali dengan bagian ini, “Kesejahteraan itu apa yang kita rasa lahir dan batin.” Kita makmur belum tentu sejahtera.
Makasih mba untuk artikelnya, reminder banget buat aku 🙂
Sama-sama Sandrine.
Hehehe, memang lebih mudah diucapkan daripada dipraktekkan ya, tetapi memang semua itu benar 🙂 .
Dan memang yang namanya bahagia itu relatif; setiap orang memiliki caranya sendiri untuk bahagia. Jadi tidak pas juga kalau seseorang mencap orang lain tidak bahagia berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Yang bisa menilai seseorang bahagia atau tidak ya dirinya sendiri.
Iya betul kebahagiaan dan sejahtera itu relatif. Sayangnya banyak orang yang berpikir kalau makmur (baca: kaya) pasti dia akan bahagia padahal ini belum tentu.
Keren mbak,, etapi beneran yg di Belanda yg liburan setahun sekali tergolong miskin ??
Tp hidup sih intinya pandai bersyukur maka bahagia, imho …
Sebelum krismon 2008 begitu Cha, untuk jawabannya baca komen aku untuk Adhya diatas. Menurut tingkat kemakmuran Belanda tiap orang bisa liburan minimal sekali setahun. Disini tiap bulan Mei orang bekerja dapet uang liburan (90% gaji bruto perbulan). Pengangguran yang hidup dari tunjangan pemerintah pun dapet uang liburan. Cukup untuk setidaknya liburan singkat (weekend). Misalnya ada yang ngga liburan ya itu pilihannya sendiri. Mungkin uangnya ditabung atau dipake untuk bayar utang, beli barang atau hal lain.
Kesimpulan gw kemakmuran bisa dicari dan bisa hilang dalam sekejab. Kesejahteraan itu cara dan gaya hidup dengan bersyukur untuk apa yang kita miliki. Kemakmuran itu apa yang kita punya. Kesejahteraan itu apa yang kita rasa lahir dan batin.
Setuju banget mba Yo 😀 Apapun itu yg penting bersyukur ya 🙂
Betul Py, selalu ada orang yang hidupnya lebih kurang dari hidup kita. Lihat kebawah jangan selalu lihat keatas.