about me / Bahasa Indonesia / Indonesia / Thoughts

Uneg-uneg

Udah dua minggu gw tulis inspirasi untuk pos ini. Gw sempet maju mundur untuk mengembangkan draft tulisan ini karena topiknya sensitif. Hampir ngga pernah gw tulis tentang agama dan kepercayaan karena gw percaya bahwa dua hal itu adalah hal yang pribadi sifatnya.

Didunia nyata gw suka berdiskusi tentang ini karena sifat debatnya langsung, ditopang dengan komunikasi non verbal (bahasa tubuh dan volume suara), no problem. Hambatan diskusi tertulis adalah interpretasi pembaca yang cepat terbentuk tanpa sipenulis langsung bisa menjelaskan maksud tulisannya. Dalam hal ngeblog, si pembaca udah baca dan komen sementara belum tentu sipenulis bisa bales langsung komennya.

Penjelasan dan pembukaannya panjang padahal inti posnya pendek. Ini dia ceritanya.

Dua minggu lalu salah satu temen kuliah gw pos satu link di Facebook accountnya. Waktu kita mahasiswa dulu dia salah satu temen gw yang nyambung, asik dan bisa diajak menggila. Link yang dia bagi diprofilenya adalah updatenya Jonru tentang Kristenisasi di acara Car Free Day di Jakarta beberapa waktu lalu. Ini lepas dari isinya bener atau ngga ya. Untuk gw orang pasang link ke akun macam Jonru and the likes itu hak mereka, gw ngga suka bacanya langsung gw hide.

Hanya kali ini temen gw itu menulis teks pengantar yang bunyinya: “Wahai saudaraku waspadalah. Kaum Nasrani dan Yahudi tidak akan senang dengan kita sampai kita mengikuti kepercayaan mereka”. Gw sadar waktu baca ini bahwa temen gw itu ngga mikir tentang gw dan temen dia lainnya waktu dia tulis tekst itu. Itu haknya dia ya. Dan biasanya ada yang tulis teks seperti itu gw hide. Cuma, melihat hubungan gw dengan dia yang gw anggep deket gw komen “Gw Kristen tapi dari dulu seneng kok temenan sama loe tanpa pernah mengajak loe ikut agama gw”.

IMG_7845.PNG
Smiley icon diambil dari Quote everyday.

Ngga lama gw dapet private message dari dia, jawabannya hanya smiley icon muka sedih. Dan komen gw dia hapus. Baca itu dan lihat komen dihapus gw langsung delete dia. Sedih, kecewa dan ngga percaya juga sih. Mungkin ada diantara kalian yang menganggap reaksi gw berlebihan, tapi apa artinya gw temenan sama dia dari tahun 1990 kalo dia tulis seperti itu. Yang buat gw kecewa juga jawaban dia hanya smiley icon, ngga ada penjelasan. Dan komen gw dihapus pula.

Gw setelah itu jadi mikir, kok di Indonesia beberapa tahun terakhir ini kerukunan umat beragama semakin berkurang? Gw memang produk Orde Baru yang ngga pernah mengalami euphoria orang berpendapat, apalagi menyaksikan kerusuhan beda agama. Tahu sendirilah Soeharto jaman dulu kejam dibelakang layar.

Balik ke Indonesia sekarang. Sedih gw kalo persahabatan hancur karena beda agama, beda pandangan. Dan gw yakin, gw bukan orang pertama yang memutuskan tali silaturahmi karena hal ini. Kalo gw baca media Indonesia dan lihat media sosial, yang satu agama pun juga bentrok. Asli gw sedih.

Gw bahkan udah bisa nerima lah beberapa temen gw ngga mengucapkan selamat Natal karena menurut mereka ada larangan dalam satu fatwa. Mereka percaya itu dan gw respek karena mereka berusaha menjelaskan. Hubungan gw dengan mereka tetep baik sampe sekarang.

Kembali kepengalaman gw ya. Tiga hari setelah kejadian itu gw masih bertanya-tanya kediri sendiri, apakah gw delete temen gw itu reaksi primer gw berdasarkan emosi tanpa pikir panjang? Kesimpulan gw sewaktu baca statusnya otak gw langsung alert dan bertanya: Jadi selama ini kita bertemen 24 tahun itu artinya apa? Mungkin interpretasi gw terlalu pribadi dimata orang tapi gw termasuk apa yang dia maksud dalam teksnya itu.

Sampe sekarang gw masih sedih sih. Makanya gw tulis semua disini untuk mengeluarkan uneg-uneg. Berat rasanya gw tulis pos ini karena topiknya menyangkut agama dan kepercayaan yang sekali lagi menurut gw sifatnya sangat pribadi.

Apakah gw naif untuk bermimpi suatu saat akan ada kehidupan rukun beragama di Indonesia tanpa rasa curiga dan bebas hasutan?

87 thoughts on “Uneg-uneg

  1. Serungkali gue malah merefleksikan lagu imagine-nya si John Lennon, gimana kalau dunia ini gak ada religion. Karena seringkali orang lupa kalau agama itu hubungannya vertikal dan horizontal (seperti di agama kita dilambangkan dengan salib). Fanatisme berlebihan membuat orang lama2 jadi chauvinist dan itu sungguh menyedihkan. Gak usah soal agama. Gara2 berbeda pandangan soal pilpres kemarin aja, gue sampai diunfriend orang kok. Dan itu bukan karena gue mengcounter omongan dia loh tapi karena gue cuma mencoba melerai supaya temen2 gue itu ngga ribut hahaha.

    • Fanatisme dalam hal apapun itu parah Le. Bukan hanya agama tapi juga vegetarian/vegan, fanatik untuk satu cause, fanatik aliran politik, fanatik feminis dll. Cuma yang bikin nyesek dulu temen ini nyante aja orangnya. Kalo beda pandangan politik sih gw ngga sesedih ini ya.

  2. Membaca topik-topik yang terangkat di media Indonesia beberapa tahun terakhir ini memang rasanya miris banget. Entah kenapa rasanya Indonesia kok bukannya semakin maju, tetapi semakin “mundur” dengan topik-topik yang menghangat itu.

    • Betul Zilko, dan kita yang tinggal diluar Indonesia otomatis membandingkan dengan situasi dinegara tempat tinggal kita ya. Prihatin aku lihat suasana disana, beda sekali jaman aku masih tinggal disana.

  3. Mbak Yo, ikut berempati dengan apa yang Mbak Yo rasakan dan alami. Kebebasan berekspresi pada masa sekarang memang sering tanpa memikirkan lingkungan sekitar. Tidak berpikir panjang dan peduli bagaimana dan apa yang terjadi selanjutnya setelah seseorang mengutarakan pendapatnya. Jangankan yang beda agama, yang seagama juga sering selalu merasa benar. Hubungan dengan sahabatku (seagama) selama 15 tahun sekarang rusak karena (aku merasa) dia selalu menyerang aku di FB. Dia selalu mengkritikku terang2an karena apa yang aku lakukan tidak sesuai dengan cara dia beragama. Hampir aku delete dia. Tapi aku masih menghargai persahabatan kami. Solusinya, aku jarang FB an lagi. Semoga mbak Yo ga terlalu sedih lagi. Hidup itu pilihan. Dan inilah pilihan Mbak 🙂

    • Terima kasih Den. Memang kebetulan ini contoh temenku Muslim, tapi dalam satu agama pun banyak yang ribet sendiri. Bukan hanya dalam Islam dengan bermacam aliran, di Kristen juga sami mawon Den. Kadang aku suka bingung lihat temenku fanatik banget Kristen jadinya dia sangat pro Israel. Padahal kalo yang aku tahu Judaisme kan lain sekali dengan Kristen. Ah, jadi pusing mikirin begini. Suwun ya, aku udah lumayan sih sekarang, ngga sesedih waktu baru kejadian dicerita diatas ini.

  4. Ya ya…aku ngerti perasaan mba yo, dan rasanya hal itu normal2 aja kok…

    Bahkan aku sebel liat hal sebaliknya, yang Muslim menyindir agama mayoritas, apa di friend liat mereka ga ada yang muslim?paling ga bisa nulia topik agama…too private

    • Eh ralat…maksudnya yang Kristen menyindir yang muslim, sebagai.umat kristen jadi sebel sendiri ama temen yang suka sindir2 di medsos

    • Iya Jo. Ada yang Kristen fanatik pasang link berita memojokkan agama lain. Kebetulan pengalamanku ini dengan temen yang Muslim tapi dalam agama sendiri juga riweh. Ini intinya aku jarang sekali tulis dan share berita tentang agama di social media, ujungnya ribet.

  5. Sedih sekaligus prihatin, Mbak… Jika berbicara/berdiskusi/tiba-tiba ngebahas tentang agama ataupun keyakinan dengan orang-orang di Indonesia, lebih sering tuh berujung ke hal-hal yang gak baik daripada hal-hal yang baik. (…maaf ya buat kita-kita masyarakat Indonesia yang tersinggung dengan pernyataan aku. But seriously this is fact). Kadang jadi gak ada gunanya dibahas. Buat aku, urusan agama ataupun keyakinan itu cukup diri sendiri aja yang tau dan gak perlu menghakimi yang lainnya. Satu hal juga, aku gak ngerti kenapa di KTP harus dipampangkan apa agama seseorang. Kecenderungannya adalah info agama tsb diarahkan ke diskriminasi. Kasihan banget yaa… Semoga semua kita bias lebih baik lagi. Maaf Mbak Lorraine, jadi curcol. hehehe…*wink*

    • Betul Sabrina. Agama di Indonesia dijadikan alat untuk menggiring opini masyarakat padahal belum tentu bener berita yang dikeluarkan. Aku prihatin sekali melihat situasi di Indonesia sekarang, takut nanti jadi Yugoslavia kedua 😦 Menurutku kolom agama memang ngga harus ada di KTP dan diformulir lainnya.

  6. Begitulah mbak, soal agama, ada teman beragama lain yg bisa diajak diskusi, yg bisa kritis melihat agamanya dan berani bilang, dia kadang malu melihat tingkah laku sesama pemeluk agamanya. Orang seperti itu yg harus dipertahankan untuk jadi teman, yang fanatik, jaga jarak aja, berusaha menghindari diskusi tentang agama.

    Sayang memang yang terjadi denganmu. Pertemanan akhirnya akan teruji dengan kejadian spt itu sih ya…

    • Ada temen satu agama yang juga ngga bisa berdiskusi secara kritis Ret. Aku sih akhirnya mikir walaupun dulu aku dan dia temen deket, sekarang dia berubah. Dan aku sepertinya ngga masuk keorang yang dia pertahankan untuk tetep berhubungan, kalo iya aku mengharap dia tulis penjelasan bukan hanya kirim smiley icon sedih. Disatu sisi sekarang lega aku tahu dia seperti apa sekarang.

  7. Dampak dari kebebasan berekspresi, akses informasi yg makin mudah (internet) yang sayangnya tidak dibarengi kedewasaan dalam melihat perbedaan….
    Kadang kalau melihat berita di Indonesia seperti kasus Ahok misalnya, yg ditolak karena soal agama dan etnis-nya bukan hal yang jauh lebih penting seperti kebijakan Giant Sea Wall-nya kek (misalnya), suka mikir apa manusia-manusia ini punya perasaan gak sih?

    Yen, lebih baik kehilangan teman yang tidak bisa menoleransi perbedaan agama dan hanya melulu curiga kepada mereka yang berbeda…sayang memang, tapi ya seperti Retno bilang, itulah ujian dari pertemanan, dan sayangnya beberapa dari mereka memang berubah menjadi seseorang yg tidak bisa kita tolerir lagi –
    gw prinsipnya tidak menolerir mereka yg tidak toleran – intolerance toward the intolerant..

    • Gw rasa dampak dari kebebasan berpendapat dan teknologi membuka tabir siapa sesungguhnya orang Ndah. Karena media sosial kita bisa tahu dipermukaan pandangan politik dan agama/kepercayaan seseorang atau ngga. Walaupun ngga sampe detil tahunya, kita ngerti lah siapa yang lantang bersuara atau berbagi, siapa yang kalem.

      Iya gw udah nerima sekarang bahwa dia berubah. I move on.

  8. Mba Yo… aku juga sangat prihatin dengan masalah yang kaya gini… Kebhinekaan kita belum bener2 terwujud. Masih ada saling tidak mempercayai… Dan juga masih banyak juga oknum-oknum yang sangat fanatik dengan agamanya dan memandang ‘beda’ terhadap umat yang beragama lain.

    Aku juga pernah ngalaminya. Pertama, aku diterima di tempat kursus yang muridnya selurunya Tionghoa dan non muslim. Si ibu pimpinya tanya apakah aku bersedia buka jilbab saat mengajar. Dan akhirannya aku putuskan aku ngga jadi ngajar di situ

    Di satu tempat kursus lainya, muridnya hampir 100 % tionghoa, dan 100 % non muslim. Pimpinannya juga minta aku kesedianku buka jilbab saat ngajar. Aku jawab aku ngga bersedia, dan ngga apa-apa kok kalau aku ngga diterima di situ…

    Tapi akhirannya aku tetap ngajar d situ. Tapi sesekali aku merasa (mungkin perasaaku saja) aku ditatap sinis oleh beberapa oknum orang tua… 🙂

    Kadang aku berpikir itu mungkin karena kita terjajah sedemikan lama dan kemudian di zaman orde barupun isu-isu sara sangat dikekang.

    • Bagus Firsty kamu tetep ngajar disitu. Kemampuan kamu sebagai guru kan lepas dari agama kamu apa. Ngga ada hubungannya.

      Hmm, kalo yang ini aku ngga setuju Kadang aku berpikir itu mungkin karena kita terjajah sedemikan lama dan kemudian di zaman orde barupun isu-isu sara sangat dikekang. Sewaktu Belanda di Indonesia ngga ada larangan beragama, yang ada perbedaan ras; orang Eropa, orang Asia dan orang pribumi. Kalo yang ini benebr; di jaman Orde Baru isu SARA diberantas dibawah tanah supaya situasi dipermukaan tetap stabil.

      • Iya, Mba… Ngga ada hubungannya, dan aku cukup lama kok ngajar di situ…

        Hmmm… mungkin itu tepatnya kali ya Mba, perbedaan ras. Aku pernah baca bahwa, sebelum Belanda masuk ke Indonesia, hubungan antara orang pribumi dengan keturunan tionghoa sangat harmonis. Baru kemudian setelah Belanda masuk, terjadi pengkotakkan yang mengistimewakan tionghoa. Akibatnya terjadi jarak yang besar antara pribumi dan tionghoa. Diperparah lagi dengan kebijakan Seoharto yang ‘mengekslusifkan’ orang-orang tionghoa sekaligus mengebiri hak2 mereka sebagai wrga negara Indonesia di berbagai bidang.
        Dan Gusdur yang kemudian memberikan apresiasi hak-hak orang2 tionghoa sebagai warga negara indonesia.

  9. sekarang banyak banget yang radikal, sampe aku sendiri yang muslim serem liatnya. padahal Rasulullah aja ga pernah mengajarkan untuk berburuk sangka, memutus silaturahmi, dan menyebarkan fitnah dan kebencian. kadang emang yang terlalu pinter malah jadi keblinger.

    • Numpang komentar yah… menurutku semua agama itu baik, hanya interpretasi orang yg beda. Sayangnya untuk orang2 ekstrim itu, mereka ngikutin cara pandang yang salah 😦

      • Iya, mbak. Cuma kan aku muslim, sama kyk temen mbak Yoyen, jadi aku liatnya dari sisi Islamnya. Ga ada maksud to implied kalo cuma ajaran Islam aja yg agama lain

      • Iya, mbak. Cuma kan aku muslim kyk temen mbak Yoyen, jadi aku liatnya dari sisi itu tanpa bermaksud to implied kalo agama lain tidak mengajarkan kebaikan yang sama 🙂

    • Iya kali ya Aryan, kadang emang yang terlalu pinter malah jadi keblinger. Bukan hanya Muslim tapi agama lain juga, di Indonesia itu dispin gampang issue agama.

  10. Lorraine, turut prihatin dengan apa yang kamu alami, kehilangan teman seperti itu tentu sangat bikin gundah gulana.. Aku beberapa kali dapat kejadian serupa.. Menurutku akan selalu ada tipe orang seperti itu, bukan hanya dengan latar belakang agama, tapi semua hal, bahkan sampe remeh temeh kayak orang yg punya gadget “terbaik” mengejek orang yg gak punya gadget tersebut. Mungkin memang kamu gak “berjodoh” berteman dgn temanmu itu.. Cobalah ikhlas memaafkan.., relakan saja dia “pergi”, dan mari kita berdoa agar bangsa Indonesia lebih dewasa dalam menyikapi hal-hal seperti ini.. *BigHug*

    • Makasih Emmy. Sekarang udah tenang karena memang ngga akan nyaman aku tetep bertemen dengan orang pola pikirnya begitu. Malah bersyukur juga sih, sekarang tahu dia pandangannya gimana.

  11. Sama kayak Leony dan lagu john lennon, aku udah beranggepan kayaknya mendingan gak usah ada agama aja, tapi trs kalo aku mikirnya gitu, sama aja dg berharap di dunia semua orang sama ras nya (ngga mungkin). Akhirnya memutuskan, udahlah ngga usah ngebahas agama di percakapan sehari2.

  12. Mba Yo, ini bisa jd diskusi panjang ya. Aku bisa ngerti banget mba kalo mba jadi delete temen mba Yo😰. Agama emang topik sensitif tapi menurut aku agama kan soal hubungan kita sama yg diatas, dengan manusia walo beda2 mestinya yah berhubungan baik ajalah gak usah dibeda2kan.

    • Hai Non, Sekarang udah tenang karena memang ngga akan nyaman aku tetep bertemen dengan orang pola pikirnya begitu. Malah bersyukur juga sih, sekarang tahu dia pandangannya gimana. Waktu baru kejadian aku sedih sampe cerita ke temen sekelas yang juga kenal dia.

  13. You’re not the only one mbak Yo. Aku sudah beberapa mendelete langsung kalo di fb ku ada “kotoran” gitu. Jujur risiiih. Ini entah aku yang terlalu naif atau teman-teman aku yang terlalu naif juga.
    Indonesia bukan negara muslim. Ada slogan Bhineka Tunggal Ika. Mungkin mereka lupa akan hal itu. Terkadang terlalu fundamentalis itu juga nggak bener kok. Aku punya beberapa teman kayak gitu. Awalnya biasa aja tapi lama-lama mulai mengikuti aliran fundamentalis yang menurut aku nggak cocok untuk diterapkan di lingkungan Indonesia yg beraneka ragam. Nah daripada kenapa2, aku jd agak jaga jarak. Aku nggak suka hal-hal kayak gitu, terus terang. Iyaa aku muslim. Tapi muslim itu toleran. Nggak dikit2 bilang haram, nggak dikit2 ngeluarin semua fatwa menentang A,B,C,D.. Well, itu sih yang aku percaya. Toleransi. Luckily, aku sudah ditempa dengan hal itu dari kecil.
    Hilang satu teman akan tumbuh lebih banyak teman yang lain yang lebih toleran baik dalam bersikap maupun berucap. 🙂

    • Betul Anggi. Aku sekarang udah lega dan udah terima kok. Oh, kalo yang ribet berdebat politik udah aku bersihkan dari feeds FBku sejak kampanye capres kemarin. Mau agama, keyakinan apapun kalo terlalu fanatik ngga elok, sempit pikiran dan maunya semua orang berpikir sama. Sayangnya hal ini ngga mungkin kan? Kalo sekarang sih aku prihatin dengan situasi beragama di Indonesia yang menurutku laten eksplosif.

  14. Turut berempati Mbak Yo…
    Sebenarnya di dalam Islam kami hrs berakhlak (sikap) baik kepada orang yang seagama mau pun tidak.. Dan krn di Indonesia adl negara yang rakyatnya menganut beberapa agama, harusnya bisa saling jaga omongan dan sikap khususnya di dunia maya, krn di dunia maya kadang bikin orang ngerasa dunia itu hanya miliknya saja.. 😦

    • Betul Nita. Memang didunia maya orang mengirim pesan dengan referensi dirinya sendiri padahal sipembaca mendapat dan mengartikan pesan tersebut dengan referensinya dia yang prakteknya arti bisa bertolak belakang. Kebebasan berbicara boleh, dan ini salah satu risikonya. Ada yang tersinggung, ada yang marah, ada yang sedih. Yang bikin aku sedih yaitu, aku komen dan dibalas hanya dengan smiley icon sedih tanpa penjelasan.

  15. Jangankan temen mbak Yoyen, sodara pun jadi jauh karena hal seperti ini. Dan yg sesama Muslim pun masih ngejudge aliran islam yg lain. Gue jg bertanya2 kenapa orang2 sekarang mendadak jadi sok tau dan agamais. Padahal gak ada di ajaran manapun yg menyarankan “menyerang” dan menghasut agama lain.

    • Iya, ngenes ya Pie. Berapa banyaknya hubungan saudara/teman yang rusak karena fanatisme beragama? Merasa dirinya sendiri paling bener?

  16. Menurut saya ini adalah dampak demokrasi yang picik, pada saat kita mempunyai ke bebasan untuk berpendapat, kita jadi cenderung untuk berlebihan dan lalu lupa arti demokrasi itu sendiri…. (“rayakan perbadaan” – itu kata Kompas). Saya memang sudah 10 tahun keluar dari keributan social media di Indonesia, dan ga terlalu tau apa yang sehari-harinya terjadi disana, tapi pengamatan saya adalah efek samping dari demokrasi itu adalah tumbuhnya kaum extremis, yang seperti kata Indah, mereka itu tidak dewaa dalam melihat perbedaan. Dan menurut saya jadi lebih buruk dari pada jaman represif dulu.
    Lorraine, kadang kita harus mengakui kalau kecocokan dalam pertemanan itu sering kali di tentukan dengan lingkungan, teman-teman yang lain dan persamaan kesehari-harian yang kita alami, tapi kalau itu semua sudah berlainan, misalnya karena jarak, lingkungan yang berbeda dll, kita jadi harus move on, menyesuaikan dengan yang terdekat dengan kita. Dengan kata lain, kita semua move on ke arah masing-masing yang mungkin berbeda. Jadi jangan terlalu sedih karena kehilangan satu teman, karena akan ada teman baru yang lain yang mungkin lebih jadi prioritas. 😉

    • Makasih Nina. Aku udah terima kok sekarang dan malah bersyukur bahwa jadi tahu pandangan dia gimana. Ini termasuk orang yang kirim aku energi negatif, jadi ngga akan aku temenin gitu.

  17. Ikut berempati ya Mbak Yo… Sedih memang klo ada temen kita yg kayak gitu. Apalagi udh puluhan tahun kenalnya.
    Semoga mbak yo mendapatkan ganti teman2 yang jauuuuh lebih baik dan lebih banyak dari satu yang hilang. Semacam patah satu tumbuh seribu gitu. *eh. *malah ndagel* 😀

    • Makasih Ilmiy. Awalnya kaget karena dulu waktu kuliah dia ngga gitu dan selama kontak di FB ngga pernah share link yang seperti ini. Tapi orang bisa berubah. Sekarang aku malah bersyukur tahu dia seperti apa.

  18. Jadi inget perkataan orang Itali. Jangan perbincangkan soal sepakbola dan politik di meja makan, bisa2 gempar berdebatnya.

    Di Indonesia isu yang paling hangat dan selalu panas setiap waktu ya adalah SARA. Susah ya ketemu orang macam temenmu itu yen. Kalau aku bilang, tindakan mu untuk men-defriend itu sudah benar, umur makin tua, makin sibuk, makin nggak punya waktu untuk ngadepin orang2 yang kita bakal nggak cocok. Buat apa dipertahankan?

    • Yup betul. Aku offline seneng debat agama ya dan bisa rame debatnya tapi akhirnya bisa ok karena we agree to disagree. Hanya memperkaya khasanah pengetahuan. Yang bikin aku sedih waktu kejadian ini bahwa aku komen dan dianya hanya jawab pake smiley icon sedih terus tanpa penjelasan. Dengan penjelasan mungkin ngga akan langsung aku delete loh.

  19. sama mbak, saya juga delet koq, tadinya saya pikir juga berlebihan ternyata saya bukan satu-satunya yg berpikir seperti itu ya.. 🙂 . Berteman nggak melulu di FB saya kira dia juga nggak terlalu penting dalam hidup saya. minggu depan inshaa allah kami akan ketemuan rame-rame dengan teman yang lain, tidak akan ada perbincangan macam itu…

    • Berhubung jarak dan sifat mediumnya yang rame aku kontak temen-temen di Indonesia lewat social media Ru. Bukan hanya itu, dari social media bisa chat juga. Dan ini salah satu temenku ya , bukan temen/kenalan yang hanya basa basi dan tiap tahun mengucapkan selamat ulang tahun.

  20. Mbak jo kelihatanya ini diskusi yang panjang jujur aku bingung juga mau komen apa..?
    Pernah beberapa kali orang post gambar tadi di FB aku juga dan ngak ku ambil pusing males nangepin, kalau aku tangepin aku malah lebih bejad dari mereka.
    Orang ngak penting dengan info yang ngak penting juga jadi lupakan.

    • Bagus Ria pandangan kamu begitu, ora urus 🙂 Untuk temen/kenalan yang pos nyeleneh aku ngga peduli, ini karena temen ya aku ladeni.

  21. Mbak Yo, aku ngerti banget… dan aku bacanya juga sedih. Yang mbak lakuin ngga salah kok, mengingat itu temen mbak dari jaman jebot. Kehilangan teman itu emang bikin sakit hati (personally aku mending kehilangan pacar daripada kehilangan teman), tapi kalo emang your course of life udh beda, gak bisa diapa2in lagi… Chin up mbak, the best is yet to come… 🙂

  22. I feel you, Lorraine. Hugs 🙂
    Aku rasa ada yg salah sama pendidikan di Indonesia. Keluargaku beda agama, tapi kita baik baik aja. Semua menjalankan ibadah sesuai agama masing2 dan saling toleransi. Waktu kecil aku pernah pulang sekolah nangis2 sampai shock karena di sekolah dibilang kalau semua orang non-muslim “pasti” masuk neraka. Kacau banget kan. Imagine hearing that as a 10 year old! Untung aku tumbuh jadi orang yang (i believe) toleran dan respek orang lain… Tapi aku hilang kepercayaan sama pendidikan di Indonesia. Kamu ngga naif dgn punya mimpi kayak gitu, aku juga bermimpi demikian. Mudah2an aja dgn adanya perubahan2 di pemerintahan, pendidikan kita bisa mengajarkan yg lebih baik baik dan menghasilkan orang2 yg rukun beragama.

    • Thanks Christa. Waa, pasti waktu denger itu bingung ya.

      Aku juga keluarga toleran karena keluarga Jawa (bapak) Muslim dan keluarga Manado (ibu) Kristen. Ngga pernah ribet karena malah toleransi tinggi. Banyak bude dan sepupu Jawaku yang berhijab tapi mereka toleran. Natal pun masih silaturahmi kerumah dan sebaliknya.

      Ironisnya jaman Orde Baru walaupun issue SARA ditindas tapi dipermukaan tenang aja. Jadi terbayang kan prihatinnya aku dengan situasi sekarang gimana sebagai orang Indonesia yang udah lama tinggal diluar negri.

      • Ah, keluarga kita mirip situasinya. Tapi senengnya, semua baik2 aja dan silaturahmi tetap berjalan.

        Coba bangsa ini seindah keluarga kita ya silaturahmi nya, ngga perlu deh ada berantem2 gara2 agama.

  23. Urghh….gw juga pusing nih sama temen-temen gw..
    gw orang islam, dan gw sangat-sangat tidak suka dengan ketidaktolerannya mereka…
    dan akhirnya gw dibully donk….

  24. Ngerti bgt perasaanmu mbak. Tapi aku lebih pilih untuk dikelilingi orang2 yg positif termasuk newsfeed di facebook. Memang terasa dalam 1 dekade ini masyarakat semakin fanatik dan mengarah chauvinism. Untuk itu aku cukup content ketika baca salah 1 program menteri agama dari Pak Presiden Jokowi: http://koran.tempo.co/konten/2014/10/29/355575/Menteri-Lukman-Luncurkan-Program-Deradikalisasi. Selama ini pun menteri agama hanya bekerja untuk 1 agama mayoritas saja. Hal ini mudah2an berubah di pemerintahan yang baru ya mbak 🙂

    • Hai Astried, Makasih ya. Makasih juga linknya. Issue agama di Indonesia jadi tool untuk spin pendapat massa dalam satu hal tertentu. Mudah-mudahan bisa berubah ya dan ngga ada saling curiga dan hasutan, supaya semua warga bisa hidup nyaman.

      • Sama2 mbak Yoyen. Masalah negara sebangsa ini yang harus diberesin adalah urusan pendidikan, terutama pendidikan moral dan tepa-selira, krn memang orang kan hanya senang mengkonsumsi sesuatu (berita/gosip) yg menunjang worldviewnya, jadi ya balik lagi ke values yg dipegang orang2. Kalau aku optimis Indonesia bisa jadi lebih baik. Semoga ya mbak. Cheers!

        PS: berita di youtube urusan Kristenisasi itu pun lucu sih, krn sebenarnya tidak ada ajakan apapun atau bahkan paksaan, hanya berbagi merchandise, dan jelas bukan Kristenisasi karena dilakukan oleh teman-teman penganut saksi Yehova 🙂 Gak bisa disalahin juga mungkin banyak org yg belum tau aliran kepercayaan itu.

  25. sedih kalo masyarakat malah terpecah2 akibat agama yah mba 😦
    aku juga punya pengalaman serupa sih dan sering terganggu liat postingan media social yg membahas soal agama apalagi terlalu berlebihan dan memancing komentar negatif tentang perbedaan ini 😦
    semoga bhinneka tunggal ika ga hanya impian semata 🙂

    • Mudah-mudahan bisa balik lagi kerukunan beragama di Indonesia Clarissa. Kamu kadang menanggapi post di media sosial tentang agama ngga?

      • Aku ga ladenin biasanya mba Yo kalau hanya liat org mengupdate status facebooknya, tapi itu mmg bukan temen deketku sih statusnya, beda sama kasusnya mba yg komen karna temen deket kan 🙂

        Tapi aku pernah ditag sekali di facebook sm org tsb akibat dia tau aku mendukung capres yg menurut agamanya kafir, dia sharing berita ttg capres itu hehe.. Aku remove tag dan remove friend akhirnya karna udah sangat mengganggu akibat dia ngetag aku 🙂

  26. Mungkin klo datang dari org lain yg ga deket kita bisa lgsg unfriend gitu aja yah mba Yo. Tapi berhubung temen jadi bisa jadi lain perasaannya.. Semoga jadi pengalaman yg pertama dan terakhir. Turut berempati. *hugs*

    • Exactly Py. Temen atau kenalan biasa begitu aku bisa cuek, tapi kalo temen yang lumayan deket imbasnya besar sampe aku tulis segala disini. Makasih ya Pypy.

  27. Yang sabar ya mba, memang sekarang itu makin ga rasional apa2 bawa agama. Padahal biang keroknya biasanya hanya sekelompok masyarakat.

  28. Temen2 kuliahku (berhubung di sekolah negeri) kan banyak yg muslim yah, tapi kita saling toleransi aja satu sama lain
    Indonesia kan Bhineka Tunggal Ika, harusnya bisa kaya pelangi yg beda2 warnanya tp bisa berdampingan
    Setuju sama kak Indah, intolerance toward the intolerant

  29. Mba Yo, aku silent reader lhooo. Tapi baca ini, pengen ikut koment. Aku muslim, dan di agamaku ada ajaran bahwa “Tidak akan masuk surga, orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya” .. Jadi menurutku..seharusnya semakin beriman seseorang, maka tidak akan menyakiti hati sesama manusia… Jangan sedih ya mba Yo, mungkin temen mba Yo itu engga bermaksud melukai perasaan mba Yo…

    • Hallo Euis, Memang aku sadar dia post status itu ngga mikir akan melukai perasaan aku. Sayangnya pesan dia memang melukai perasaan aku and I can’t help it. Aku bersyukur jadi tahu pandangan dia seperti apa dan sekarang malah damai telah memutuskan silaturahmi dengan dia. Makasih komen perdananya disini ya.

  30. Mbak, aku gak bisa mbayangin betapa kesedihanmu. Di satu sisi kehilangan teman tapi disisi lain pasti terluka melihat teman yang kita anggap cerdas dengan mudahnya termakan informasi sosial media dan mengorbankan toleransi serta penghormatan terhadap kepercayaan orang lain.

    Tapi aku setuju, menghapus teman di FB mengirimkan pesan kuat tentang penghormatan terhadap agama orang. Semoga pesannya tersampaikan.

    Mimpimu masih valid mbak, tapi dengan kondisi negeri yang seperti sekarang (banyak orang yang makan sekolah dengan mudahnya terpengaruh berita di sosial media dan lupa pada nilai Pancasila) butuh kerja keras.

    • Semoga dia bisa menafsirkan aku delete dia sebagai teguran untuk menghormati agama lain. Tahu ngga Tje, dengan situasi beragama di Indonesia yang laten eksplosif ini, aku takut Indonesia jadi Yugoslavia ke dua.

  31. Mbak, aku turut prihatin ya atas yg terjadi antara mba dgn tmn mba. Tapi aku ngerti banget perasaan mba yo.. Walaubagaimanapun rasanya sayang kalau pertemanan jadi hancur cuma karna masalah agama. Apalagi kalau selama ini kitanya sama sekali ga pernah mempermasalahkan hal tersebut. Aku sendiri dr kuliah jadi minoritas karna yg lain muslim, tapi mereka baik2 aja dan kita tetep main bareng, bahkan baik aku maupun mereka ga sungkan buat bertanya ttg masing2 agama kalau ada yang kita ga tau.
    Rasanya masalah perbedaan agama ini udah jadi hal klasik di Indonesia yg ga tau sampai kapan akan berlangsung.

    • Hai Mar, betul. Mana sih aku pernah kepikiran ngga temenan sama orang karena agama? Apalagi aku tinggal di Belanda dimana agama itu urusan pribadi orang ya.

  32. I feel you mbak. pernah juga ada mantan kolega kantor yang akhirnya aku blok dari FB karena bikin status yang nyeremin tentang agama nasrani (aku nasrani) bukan marah atau gimana tapi asli takut mbak :(.
    Aku awalnya gak percaya soalnya pas aku kenal orangnya baik banget, gak nyangka aja dia bisa ngomong se sadis itu. kebayang mbak Yo yang udah temenan lama gitu 😦
    Soal agama emang sekarang jadi hal yang sensitif, senggol bacok deh. Gak boleh salah ngomong dikit, ributnya kemana mana. Aku pribadi biasanya menghindari ngomong tentang agama, apalagi kalo ujung ujungnya cuma debat kusir.

    • Makasih May. Sama lah kejadiannya seperti pengalaman aku. Aku ngga nyangka orang ini akan begini. Betul, males debat kusir makanya aku hampir ngga pernah nulis tentang agama disini.

  33. Ikut sedih 😦 karena aku pun merasakannya..
    Sebenernya bukan masalah agama nya, tapi sifat tiap orang.
    Sifat semua orang beda beda, ada yang sensitif ada yang cuek bebek. Agama pun sering ditanyain walau baru kenal, padahal agama apa saja kan tetap berteman..
    Saya pun berharap hal seperti ini bukan jadi masalah lagi, dan semua bisa rukun, saling menghargai apa yang dipercaya 🙂

    • Terima kasih Breldine. Tanya agama walaupun baru kenal di Indonesia itu hal yang lazim ya, ini aku pun masih bisa jawab. Cuma kalo ada temen yang pasang status seperti pengalaman diatas ya aku sedih juga.

  34. I feel you mbak yoyen. Aku juga merasakan beberapa tahun terakhir ini seperti ada yang salah di Indonesia, terutama terkait toleransi beragama. aku punya dua sahabat baik nasrani, dan kami rukun2 saja sampai sekarang. Kami bahkan sering diskusi tentang agama, tapi untuk saling memahami, bukan saling menghakimi. Aah Rindu Indonesia yang damai…:(

  35. Yen, inget saying yang “Gugur satu tumbuh seribu”? Itu pandangan gua soal teman, hilang satu tapi pasti dapet lagi in the future. Memang sayang kalo dipikir2 teman lama dari waktu sekolah dan dekat pula. Mungkin juga karna sudah lama tinggal berjauhan jadi elo ga setahu temen elo itu seperti dulu lagi.
    Indonesia kayanya aga engga/ belum bisa toleransi dengan perbedaan agama ya. Tapi disini kadang ada yang aneh2 juga, ga boleh ucapin Merry Christmas kalo di public, mesti bilang nya Happy Holiday. Di Europe mungkin engga terlalu begitu kali ya?

    • Iya, udah terima kok ini Garile. Gw share disini karena takjub aja gara-gara agama pertemanan rusak padahal agama menurut gw ya personal sifatnya.

  36. harusnya kalau orang yang benar beragama berakhlak baik gak akan bertingkah laku nyebelin/menyepelekan atau mendiskriminasikan kepercayaan yang orang lain anut.apalagi temen sendiri harusnya dia bisa lebih menghormati Mba Yo. apalagi dengan umur pertemanan yang sudah dalam waktu cukup lama.susah emang mba buat orang yang terlalu “fanatik” dengan agama yang diyakininya tapi tanpa dilandasi ilmu yang baik. jadinya “jomplang” gada filter lagi yaudah iya2 aja dia.

    kalau aku percaya gak ada satupun agama didunia ini yang mengajarkan keburukan buat sesama pastinya kita semua diperintahkan untuk saling mengasihi menghormati dan menyayangi . dan menurut aku semua agama itu sama, sama2 menuju ke God Almighty mungkin caranya aja yang berbeda. pembahasan mengenai Keyakinan, Tuhan emang gak akan pernah ada habisnya mba.sampai kapanpun akan selalu ada pertentangan.aku suka malu dan miris sama sekolepmpok orang yang mengatas namakan Agama/Tuhan tapi kelakuan kaya gak beragama 😦

    kaya Mba Yo bilang ke aku kemarin “hilang satu tumbuh seribu Nis” Cheers Mba Yo 🙂

    • Agama mana sih yang ajarannya jelek, ngga ada kan Nis? Semua agama mengajarkan hormatilah keluarga, orang dan teman. Sayangnya interpretasi oran beda tentang ini.

      Betul, hilang satu tumbuh seribu 🙂

  37. Gak cuma kamu mbak…aku juga udah memutuskan men-delete orang orang yang pemikirannya mengerikan seperti itu. Toh mereka juga bukan teman dekat….so…santai lah.

  38. Agree to disagree, buat gw itu arti toleransi. Link bermuatan sensitif sprti itu harusnya ditelaah dgn ilmu, kalo gak bisa menimbulkan efek negatif dan memicu pertikaian.

  39. i have to say, sejak pilpres jokowi dan prabowo teman2 sy juga kebelah dua. gara2 pilpres itu jadi ketawan mana yg nasionalis mana yg fanatik….ga disangka2 yg teman akrab dari sma juga ternyata banyak yg fanatik bgt soal agama. kalau post2 begini saya kasih fact aja sih. baik2 bilang jangan termakan media karena kenyataannya ga seperti itu.

Leave a reply to Lorraine Cancel reply